Jumat, 05 Juli 2013

Padahal Aku Selalu Ada

Diposting oleh Unknown di 09.23
Baby you showed me what livin’ is for
I don’t wanna hide anymore
You lift my feet off the ground
You spin me around
You make me crazier crazier
Feels like I’m falling and I’m lost in your eyes
You make me crazier crazier crazier crazier crazier
Alunan lagu Crizier yang dinyanyikan oleh penyanyi cantik asal Tenessea, USA, yaitu Tailor Swift terputar secara random di playlist mp3ku. Menemani siangku yang sendirian di kantin kampus. Dua jam aku menunggu, namun aku tidak mencoba menghubungi teman-temanku untuk segera datang. Tampaknya aku menikmati kesendirianku di tengah-tengah ramainya orang mengantri makanan. Sebenarnya aku ini hanya memenuhi ruangan kantin. Mungkin ada yang sebal melihatku, duduk tapi enggak memesan satu menu pun. Biarkan saja, toh tidak ada peraturan dilarang duduk tanpa memesan. Aku tetap cuek terhadap keadaan sekitar. Kali ini, aku membiarkan diriku benar-benar menikmati lagu tersebut di dalam airphone kesayanganku. Tidak merasakan kebisingan kantin, tidak merasakan kehadiran orang yang berlalu-lalang sibuk mencari tempat duduk, aku menciptakan dunia kecilku sendiri. Mengenang dulu aku pernah mendengarkan lagu ini berdua dengan seseorang. Sampai akhirnya ada yang memanggilku…
     “Marinaaa”, teriakan seorang cewek. Tanpa menoleh aku tahu siapa orangnya. Dia mendekat diikuti dua temanku yang lain dan duduk mengitariku. Lucky, Disty, dan Aya. Mereka adalah teman dekatku di kampus, yang aku tunggu kemunculannya dari tadi. Muka mereka menunjukan bahwa mereka sangat menyesal karena keterlambatan yang baru saja dibuatnya. Berkali-kali meminta maaf sambil menjelaskan mengapa sampai mereka terlambat.
“Iya-iya, enggak apa-apa kok”, kataku santai. Entah kenapa aku tidak merasa sebal setelah menunggu selama itu. Aku malah sedikit kecewa saat mereka datang. Tandanya aku harus mematikan mp3ku dan mencopot airphoneku dari telinga. Berarti aku harus berpisah sama Crazier-nya Taylor Swift. Padahal aku mau mendengarkannya satu kali lagi. Oh bukan, dua kali lagi mungkin. Atau tiga kali? Empat kali? Terserah. Aku mau mendengarkannya berkali-kali dan membayangkan dia saat ini ada di sampingku. Seperti waktu itu.
“Hei, ngelamun aja. Kita udah di sini malah ngelamun sendiri. Eh, gimana? Sudah ketemu dia?”, tanya Aya padaku sambil melambaikan tangan di depan mukaku, menyadarkanku dari lamunan. Aku hanya gelengkan kepala.
“Kemarin kalian yang bilang kan kalau dia pengen ketemu sama aku, biarin aja dia telpn aku lagi kalau memang dia serius mau ketemu aku”. Sebenarnya apa yang barusan aku katakan hanya alasan semata. Aku mengarang saja biar tidak bertemu dengannya. Walaupun aku tahu, aku bakal merindukannya setengah mati seperti kata D’massiv, tapi aku harus menghindarinya. Setidaknya untuk dekat-dekat ini. Karena aku takut. Aku takut dia menemuiku untuk mencabut hakku untuk bisa berada di sisinya, hakku akan tau kabarnya setiap hari dan hakku akan cintanya selalu untukku.
“Maaf sayaang.. Sebenarnya..”, Disty tidak melanjutkan kata-katanya. Raut wajahnya bingung, tidak tahu harus berbicara seperti apa. Disty menyenggol lengan Lucky, berharap Lukcy mau melanjutkan perkataannya yang terputus tadi. Aku merasa ada ketidakberesan di sini. Mereka menyembunyikan sesuatu dariku. Mereka masih diam, saling melihat satu sama lain. Aku hanya memperhatikan tak penuh minat. Dan sekarang aku mulai sebal. Mendingan aku disuruh menunggu mereka berjam-jam lagi dari pada harus begini.
“Ada apa sebenarnya? Kalian melihat Akbar jalan sama cewek lain?”, kataku menebak asal.
“Bukan. Bukan begitu, Marin. Oke, biar aku yang jelasin”, Lucky pindah duduk ke  sampingku. Aku mencoba tetap tenang, menahan debaran jantungku yang kencang seperti menunggu nilai kuis Kalkulus, mata kuliah yang paling aku benci. Lucky mulai bercerita dari awal. Sebenarnya, dua hari yang lalu Akbar sms aku. Sudah hampir dua minggu aku tidak ada komunikasi dengannya. Tiba-tiba, dua hari yang lalu dia sms aku. Kebetulan pada waktu itu handphoneku dipegang Lucky. Dia langsung menghapus sms tersebut dan bilang padaku bahwa ada telp dari Akbar mengajakku bertemu secepatnya. Saat itu aku merasa bersyukur tidak menerima telp dari Akbar. Berarti aku bisa menunda waktu untuk bertemu dengannya. Aku berusaha mencuri kesempatan untuk tetap memiliki status itu lebih lama. Status dia punyaku dan aku punyanya. Seandainya aku tahu sms itu, mungkin aku tidak bisa bersembunyi lagi dan aku kehilangan kesempatanku untuk tetap bersamanya lebih lama. Isi sms itu bukan menanyakan kabar, bukan menanyakan aku sudah makan apa belum, dan bukan basa-basi lainnya. Namun, “’Aku sudah tidak bisa lagi bersamamu, Marina’ itu isi sms dari Akbar”, Lucky menyelesaikan penjelasannya. Aku tidak bisa berkata-kata. Jantungku tidak berdetak cepat lagi, melainkan seperti sudah berhenti berdetak. Tubuhku lemas seketika. Tapi aku berusaha sekuat tenaga tidak menunjukkannya di depan teman-temanku. Sungguh aku ingin dipandang sebagai cewek kuat. Ternyata tak semudah bayanganku untuk menutupinya. Air mataku juga tidak bisa diajak berkompromi sebentar. Seenaknya saja air mata ini keluar tanpa permisi. Aku tidak bisa membuatnya berhenti. Seakan air mataku memberontak karena telah tertahan sekian lama. Memang, selama ini aku berusaha untuk tidak menangis. Aku menahannya. Aku pikir, tak perlu ada air mata. Aku tahu semua baik-baik saja, semua akan kembali seperti semula, dia pasti akan kembali padaku suatu hari nanti dan berjanji tidak akan menghilang lagi. Namun kenyataan tidak mendukungku.
“Baiklah, malem ini aku bertemu dengannya”, kataku disela-sela tangis. Lucky memelukku sambil meminta maaf lagi dan diikuti oleh yang lainnya. Sebenarnya aku ingin berterima kasih, karena mereka, aku bisa mengulur waktu lebih lama menyandang status itu.  Tapi, tak ada satupun kata yang terucap. Aku semakin tenggelam dalam tangisku. Tak peduli berapa mata tertuju padaku.
***
Kenapa hari ini berlalu begitu cepat. Malam sudah datang. Satu jam lagi Akbar datang menemuiku. Walaupun ada beribu kata tidak siap di otakku, aku sudah tidak bisa menghindarinya lagi. Harus kutemui dan kuterima kenyataan ini.
From: Akbarlalala
Aku sudah di dpn kost mu
Setelah membuka sms dari Akbar, aku menyempatkan berkaca terlebih dahulu, melihat penampilanku sebentar, memastikan mataku sudah tidak bengkak lagi akibat menangis terlalu lama. A-I-U-E-O. Aku menggerak-gerakkan mulutku dan melatih senyumku agar tidak kaku. Aku keluar kamar, perjalanan menuju pintu depan kost terasa berat. Perutku terasa seperti dililit, sakit banget. Dag dig dug jantung berdetak tak beraturan. Perasaan ini pernah kurasakan sebelumnya, sama seperti saat aku menghadapi hari pertama UAN di SMA.
Tubuh Akbar yang tinggi terlihat semakin membesar saat aku mendekat. Aku duduk di sampingnya. Obrolan ringan pun terjadi. Sampai akhirnya perbincangan berada dimana seharusnya. Lucu sekali, di tempat yang sama, Akbar memohon dua kali. Dulu dia memohon untuk jadi pacarku dan sekarang dia memohon untuk menjadi temanku. Ingin rasanya aku menangis lagi di depannya agar bisa tetap bersamanya. Aku ingin dia tahu, aku lemah tanpanya. Mungkin jika aku menangis sekali lagi, ada rasa iba darinya dan dia mengurungkan niatnya untuk menyudahi semua ini. Namun, air mataku tidak mau berkompromi lagi, kali ini tidak mau keluar.
“Beneran sudah enggak bisa lagi kah?”, sedikit ada nada memohon dariku.
“Aku sudah enggak bisa. Bener-bener sudah enggak bisa sama kamu lagi Marin”, dia terlihat tersiksa rasanya jika terus bersamaku. Sebulan lebih hubungan kita buruk. Dia capek, aku pun juga capek. “Kalau sama-sama capek seperti ini, mending kita sudahi aja. Aku senang, kamu juga”.
‘Kamu salah sayang, enggak mungkin setelah ini aku bisa senang’, aku hanya bisa berkata dalam hati. Entahlah apa yang bakal terjadi besok. Aku tidak akan menahannya lagi. Banyak yang ingin aku tanyakan sebenarnya. ‘Apa alasannya sampai kamu seperti ini? Adakah orang lain yang lebih baik dariku? Apakah aku telah melakukan kesalahan? Apakah perhatianku kurang? Apakah aku tidak ada saat kamu butuh?’ Semuanya tidak bisa aku tanyakan. Karena aku hanya diam, tak ada kata-kata yang keluar dari mulutku.
“Sudah  malam, aku balik dulu. Tersenyumlah”, Akbar menyalakan motornya dan pergi menghilang dari pandangan. Kenapa air mata ini tidak tertib sama sekali sih? Saat Akbar tidak ada, dia malah keluar seenaknya lagi. Posisiku tidak berubah sama seperti saat ada Akbar tadi. Duduk kaku. Yang membedakan adalah kini aku menangis.
Kenapa sayang kau pergi
Aku ingat saat kau jatuh, aku ada untukmu
Saat kau rindu, aku selalu ada di sisimu
Iya aku ingat sekali aku selalu ada
Tapi kenapa sekarang kau pergi?
Padahal aku selalu ada 
Padahal aku selalu ada
***

                                               

Disponsori dan didukung oleh:

RUDYS Tailor

Rujak Bu Pani Kuliner Jember Murah dan Sehat

Powered By Insinyur Pikun

0 komentar:

Posting Komentar

 

Cerita Cewek Agak Labil Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review | Powered By Insinyur Pikun