“Mentari ayo bangun, mana sempet kita sarapan kalo
udah jam segini”, kata seorang cewek sambil menggoyangkan tubuh teman
sekamarnya. Hari ini ada seminar wajib untuk penerima beasiswa dari kampus
mereka. Rencana bangun pagi agar sempat sarapan terlebih dahulu sebelum mengikuti
seminar gagal sudah. Mereka berdua memang sulit untuk bangun pagi. Sambil malas-malasan
teman si cewek yang paling manja ini pergi ke kamar mandi juga. Mereka bergegas
ingin mencuri waktu untuk mengisi perut walau sedikit.
“Udah jam berapa sih ini? Kita jadi makan enggak?”, kata
Mentari, dia sibuk mengoleskan bedaknya di sekitar wajahnya.
“Mepet nih. Kurang 10 menit lagi. Beli minum aja
gimana?”, saran si cewek.
“Halah paling ngaret acaranya. Gimana kalo beli nasi
kuning, trus makan disana.”
“Kamu aja deh. Aku beli milo aja.”
Akhirnya mereka sampai di tempat tujuan sambil
membawa makanan masing-masing. Tak jauh dari parkiran sepeda motor, mereka
melihat beberapa teman dari jurusan yang sama. Mereka pun ikut bergabung dan
berpikir di sana lah mereka akan menghabiskan makanan mereka.
“Mau mau mau? Lesu engko nek enggak sarapan disek”,
kata Mentari dengan logat daerahnya, menawarkan nasi kuningnya pada
teman-teman, sedangkan si cewek duduk manis melihat sekitarnya sambil perlahan menghabiskan
susu milo hangat. Begitu ramai, mahasiswa berlalu-lalang dari masing-masing
jurusan mengenakan jas almamater kebanggaan mereka. Si cewek memperhatikan orang-orang
yang lewat di depannya. Tempat duduk mereka saat ini memang sangat cocok untuk
melihat siapa-siapa saja yang datang seminar kali ini. Kerena mereka duduk di
tangga kecil tempat lewatnya peserta seminar ke pintu masuk ruangan. Setelah
menghabiskan susu milonya si cewek ingin mengajak teman-temannya segera masuk
juga. Tapi dengan melihat Mentari masih melahap nasi kuningnya, dia urungkan
niat itu. Kembali ke posisi semula. Diam. Menatap lurus ke arah depannya.
Si cewek tiba-tiba melotot. Tidak percaya dengan apa
yang dilihatnya saat itu. “Tari, Tari…”, si cewek menarik-narik rok sahabatnya. Tapi si pemilik rok tidak menggubrisnya, dia sibuk membereskan
sampah-sampah sisa makanannya. “Tari… Tari…”, si cewek melakukannya lagi tanpa
memberi tau apa alasannya kenapa berbuat seperti itu. Bukannya tidak memberi
tau, tapi mungkin si cewek bingung harus berkata apa. Dia benar-benar bingung
apa yang akan dia lakukan setelah mengalihkan pandangannya tadi. Dia tidak
berani melihat sosok seseorang lebih lama lagi. Hanya dengan melihat sekilas
saja sudah membuat hatinya menciut, berdebar-debar dan mungkin juga akan
meledak.
“Ada apa sih?”, akhirnya Mentari meresa terganggu
roknya ditarik-tarik oleh temannya.
“Itu.. ituu.. lihat itu. Ada Akbar. Yang tinggi ituu…
keliatan enggak?”, si cewek terlihat panik. Orang yang ditunjuk pun semakin
dekat, tapi sepertinya dia tidak menyadari ada dua pasang mata sedang
memperhatikan langkahnya.
“Loh dia dapet beasiswa juga?”
“Bukan, dulu dia ceritanya sih ikut daftar juga, tapi
di tolak”
“Ya mana mungkinlah kalo bukan penerima beasiswa ada
disini”
“Enggak tau…”, si cewek terlihat berpikir keras. Ada
tanda tanya besar di otaknya karena keberadaan Akbar yang tidak diduga-duga
ini.
“Ya wes, ayo masuk dulu”, Mentari berdiri di ikuti
teman-teman yang lain.
“Enggak mau masuk. Haduh aku sakit perut nih, lemes
juga, enggak bisa berdiri!”
“Aaaaaaaaa… Selalu deh. Denger namanya aja kadang
bikin kamu kaku, apalagi orangnya ada di depan mata. Ayoo berdiriii…”, seperti
anak kecil, tangan si cewek ditarik ke atas oleh Mentari membuatnya berdiri
juga.
Mereka semua akhirnya menuju meja registrasi. Was-was si cewek melihat berkeliling. Dengan mudah mata itu mengarah ke Akbar.
Cepat-cepat si cewek mengalihkan pandangannya ke arah lain. Jalan dengan
pandangan lurus ke depan melewati Akbar. Saat itu memang ramai. Entah Akbar
menyadari keberadaan si cewek atau tidak.
Setelah selesai registrasi, si cewek menyadari bahwa
Akbar telah masuk ruangan duluan. Tapi lagi-lagi dengan sangat mudah dia
menemukan dimana Akbar duduk. Mata si cewek dengan sosok Akbar sudah seperti
kutub magnet yang belawanan. Si cewek masih pura-pura tidak mengetahui Akbar
berada di satu ruangan yang sama dengannya. Si cewek ngomong ngalur-ngidul enggak jelas sambil
melebarkan ketawanya.
“Hah? Asrama? Kita udah ngekost kali. Iya tauuu, yang
lagi salting ni yee. Kayak abis ketemu gebetan aja pas SMA. Inget umur hey. Hehe”,
kata Mentari menggoda temannya, membuat temannya itu diam lalu meluncurkan
cibitan di tangan Mentari memaksanya harus menghindar dari serangan tersebut.
Acara pun dimulai. Si cewek duduk memperhatikan
pembicara walau hatinya tidak tenang. Bagaimana bisa Akbar ada di tempat yang
sama, tempat yang seharusnya dia tidak ada. Sangat, sangat, sangat di luar
dugaan bisa bertemu Akbar di sini. Apakah Tuhan mendengar doanya semalam?
Lama-lama si cewek tidak lagi mendengar pembicara yang sedang bersemangat
mejelaskan isi power pointnya.
Pikiran si cewek menuju tempat lain. Ruangan seminar tiba-tiba berubah, cat
dinding yang awalnya putih kini menjadi hijau muda, ruangan yang luas dipenuhi
kursi-kursi kini menjadi ruangan kecil berukuran 3x4 m, panggung tempat
pembicara menyampaikan materi juga berubah menjadi kasur 2x1,6 m yang di
atasnya ada dua kaum hawa sedang menuju alam mimpi. Iya, sekarang si cewek
berada di dalam kamarnya. Mengingat apa yang dia lakukan sebelum tidurnya
terlelap.
“Akbar… kalo aja kamu juga dapet beasiswa ini, mungkin
besok aku punya kesempatan ketemu kamu. Seandainya ya.. aku cuma pengen liat
kamu, itu aja udah cukup kok”, kata si cewek dalam hati dan mata cewek itu
terpejam…
“Oke setelah ini pasti paling ditunggu oleh
teman-teman. Iya, sebentar lagi waktunya ishoma. Dengan urutan perserta cewek
mengambil makanan di meja regristrasi terlebih dahulu dan yang cowok silahkan
sholat di tempat yang telah kami sediakan. Lalu kita lanjutkan lagi Character
Building Seminar dengan pembicara terakhir yang tidak kalah menarik dan tidak
kalah hebat juga”, semangat MC seminar masih membara padahal acara sudah sampai
di tengah jalan.
Si cewek tidak bergerak dari kursinya. Dia malas untuk
jalan merambat keluar ruangan karena mengantri. Dia dan Mentari diam di kursi
masing-masing menunggu ruangan agak sepi. Saat menoleh ke arah kiri, si cewek
lagi-lagi melihat Akbar. Akbar bersama Ucup dan Nay. Mereka satu SMA dulu. Si cewek
juga mengenal mereka. Kali ini si cewek tidak langsung membuang pandangannya. Dia
yakin, apa yang sedang dia lihat, tidak mungkin menyadari keberadaannya. Dia
terlihat begitu menikmati apa yang dilihatnya. Sudah lama.. yaa lama sekali
menurutnya. Tapi dia masih saja merasakan debaran itu.
“Ayo keluar, laper nih”, ajak Mentari. Si cewek
menunggu Akbar benar-benar hilang dari pandangan, tanpa berkomentar lagi dia
berdiri dan menglangkah keluar.
“Ayo makaaaaan. Kalo pas ospek kemaren makanannya
kayak begini nih, aku rela dibentak-bentak tiap hari asalkan bisa makan gratis
nan enak”, kata si cewek saat membuka kotak nasi yang dia dapat. Diikuti oleh
Mentari, Nurina dan Niken yang merupakan teman sejurusan juga setuju dengan
ucapan si cewek.
Mereka asik sekali melahap makan siangnya bersama sambil mengenang ospek yang mereka alami beberapa bulan yang lalu. Setelah
selesai makan, mereka langsung membereskan kotak-kotak makan ke tempat sampah
dan pergi ke toilet mau mengambil wudlu, kecuali Nurina karena sedang
kedatangan tamu bulanan. Baru saja si cewek melupakan debaran hatinya dan salah
tingkahnya, dia terpaksa harus mengulanginya lagi. Saat mau belok menuju toilet,
Akbar, Ucup dan Nay berjalan ke arah mereka. Sepertinya si cewek yang sadar
terlebih dahulu. Spontan dia menghentikan langkahnya dan berbalik badan. Tidak
jadi belok, bersembunyi di balik tembok. Dia tau, Akbar dan yang lain semakin
mendekat. Dia berjalan berbalik arah dari sebelumnya.
“Tari, jangan lewat situ. Ayo muter”, ajak si cewek
dengan suara super kecil.
“Hah? Apaaa?”, jelas Mentari tak mendengarnya. Si
cewek bingung. Dia enggak punya kesempatan untuk menjelaskan terlebih dahulu.
Tanpa pikir panjang, dia berjalan mengikuti cowok yang ada di depannya, seperti
ekor. Mentari dan Niken bingung melihat tingkah temannya itu. Apalagi si cewek.
Dia ternyata juga tidak sadar dengan kelakuannya. Ngapain juga ngikutin cowok
itu yaa. Dia kan tidak membutuhkan tameng di depannya. Yang dia butuhkan adalah
tameng untuk menutupi tubuhnya dari belakang. Karena Akbar ada di belakangnya
dan semakin lama semakin mendekat. Lalu dia menghentikan langkahnya berbalik
badan lagi. Berharap Mentari dan Niken cepat tanggap dan menolongnya. It’s too late. Tubuh tinggi Akbar sudah
terlihat. Kalo dia kabur sekarang, akan sangat terlihat lebih konyol lagi. Dan
terpaksa si cewek melangkah lagi di jalan semula. Pertemuan sudah tidak bisa
dihindari lagi. Semakin lama semakin dekat. Terdengar Ucup berdeham yang pasti
dengan sengaja ditujukan pada Akbar dan si cewek. Akhirnya mereka berhadapan
juga. Tanpa menghentikan langkah, Akbar tersenyum. Iya. Begitulah yang dilihat
si cewek. Cowok yang sangat dia rindukan hampir tiap malam tersenyum padanya. Senyum
yaaaaang… emm…
Dua bulan yang lalu, di tempat yang sama pernah
terjadi kejadian seperti ini. Saat itu hubungan antara si cewek dan Akbar
sedang buruk. Tak diduga-duga juga mereka bertemu. Terlihat jelas Akbar sedang
menghindari cewek itu. Saat berpapasan, dia tersenyum masam dan melangkah cepat
meninggalkan si cewek. Oke sudah cukup, jangan dibahas lagi.. karena sudah
berlalu dua bulan yang lalu. Beda dengan sekarang, senyum Akbar juga beda. Kali
ini terlihat… ‘waw’ banget menurut pandangan si cewek.
Kaki si cewek terasa mengeras. Mungkin dia mau
berubah jadi batu kali yaa. Jalannya aneh kayak robot, apalagi senyumnya. Si
cewek berusaha membalas senyum Akbar dengan sewajar mungkin. Tapi yang ada
malah senyuman aneh. Dia susah menarik bibirnya ke samping seakan ada lem yang
merekat. Akbar dan teman-temannya pun berlalu. Setelah sudah dipastikan
melewati belokan dan mereka tidak terlihat lagi karena terhalang tembok,
Mentari dan Niken yang baru sadar penyebab si cewek jadi aneh langsung tertawa
terbahak-bahak. Bagus yaaa, temen sendiri diketawain. Ketawa aja terus sampai
puas! Mereka tidak mengerti apa yang dirasakan si cewek. Dia benar-benar tidak
menyangka. Dia pikir Akbar dan lainnya sudah selesai sholat dan langsung
mengantri makanan di meja registrasi. Dia tidak sempat mempersiapakan apapun,
yaa mempersiapkan mental setidaknya. Mungkin kejadian barusan kalo jadi adegan
di salah satu FTV, backsound yang cocok adalah bagian reff lagunya Kotak, Masih
Cinta.
Si cewek hanya menunduk saat berjalan karena malu,
bingung, berdebar dan sebagainya. Hingga dia tidak sadar dia memasuki toilet
cowok. Untung saja di dalam toilet tidak ada orang.
“Tuh kan.. tuh kan.. kumat lagi. Salah masuk. Itu
toilet cowok”, Mentari menyadarkan lamunan si cewek. Lalu si cewek keluar dan
masuk lagi di pintu yang lain. Kebetulan toilet lagi sepi. Setelah ada di dalam
ruangan, si cewek langsung berteriak.
“Aaaaaaaaaaaaa.. goblok banget sih tadi”, yang lain
hanya tertawa melihat si cewek. Satu pintu WC terbuka. Si cewek, Mentari dan
Niken langsung tercengang melihat cowok keluar dari balik pintu. Uuuuups! Apa
kali ini mereka bertiga salah masuk toilet? Mereka langsung buru-buru keluar
toilet dan memastikan tanda di luar yang menunjukan gender itu. Fiuh.. ternyata
cowok tadi yang salah. Selamatlah mereka memalukan diri sendiri, karena di luar
toilet banyak teman-teman mereka yang duduk-duduk beristirahat atau hanya sekedar
lewat saja. Akhirnya cowok yang salah masuk toilet itu yang diketawain. Tanpa
ambil pusing tentang cowok asing tadi, mereka bertiga masuk toilet lagi.
“Chaa.. Chaaaa.. kok bisa sih tadi kamu itu. Kalo mau
menghindar ya pergi aja, ngapain juga pake enggak jadi segala. Aneh tau
dilihatnya”, kata Mentari masih ingin membahas kejadian tadi.
“Loh kalian sih enggak cepet ngerti sama isyaratku.
Mau balik sendiri kan males. Ntar aku ditinggal sholat lagi”, cewek mungil yang
akrab dipanggil Chaca ini hanya bisa manyun. “Harap maklumlah.. kan ini pertama
kalinya aku ketemu mantan”, Chaca baru putus sekitar dua bulan yang lalu.
Walaupun wajahnya terlihat sedih, sebenarnya dalam hatinya dia sangat
bersyukur.
Allah baik banget hari ini ke Chaca. Dia masih
dikasih kesempatan melihat Akbar walau sebentar. Rambut Akbar yang mulai
tumbuh, tubuhnya yang mungkin sedikit lebih gemuk dan yang paling dia syukuri adalah
dia sempat merasakan senyumnya. Membuat rasa kangennya terobati. Atau
jangan-jangan malah membuatnya lebih kangen lagi nanti malam dan membuatnya
susah tidur.
Chaca. Cewek yang terlalu senang hari ini, seperti
telah mendengar kabar dia akan memerankan Hermioni di film Harry Potter, dia
benar-benar senang dan terkadang tersenyum sendiri di balik punggung kedua
temannya.
Chaca. Cewek yang terlalu senang hari ini, tapi
mungkin hanya dia sendiri yang merasakan kebahagiaan itu.
0 komentar:
Posting Komentar