Sabtu, 26 Mei 2012

Antara Aku dan Marina

Diposting oleh Unknown di 09.32 2 komentar
Aku memiliki teman baru, Marina namanya. Aku berkenalan dengannya saat aku pertama kali masuk kuliah. Saat itu mata kuliah umum. Tanpa sengaja kita dihadapkan harus bekerjasama karena kita satu kelompok tugas tanpa sengaja. Cantik wajahnya, simpel tapi menarik, asik, enggak ribet, enjoylah bareng dia. Lama-lama kita lumayan akrab. Banyak kejadian sama antara aku dan Marina. Dari tanggal lahir, tanggal jadian, dan tanggal putus pun gk jauh dari dia. Di bawah ini tulisan Marina yang senasip denganku. Hehe

Maaf, cuma itu yang ingin aku sampaikan
Maaf, kalau ternyata aku tidak bisa menjadi yang baik untukmu
Bahkan untuk sekedar bersamamu aku tidak pantas
Aku tidak pantas untuk menempati posisi itu
Di sampingmu
Karena, entah mengapa sekarang aku merasa kamu mulai tidak mengijinkan aku menempatinnya lagi
Sayang, tau kah? 
Satu hal yang aku sesali ketika Tuhan telah menciptakan skenarionya yang indah
Ternyata aku tidak sehebat, sepantas, dan selayak yang kau bayangkan selama ini
Inilah aku, orang biasa yang terbiasa oleh kehadiranmu
Yang sekarang sedang membiasakan diri untuk menerima ketidakhadiranmu lagi
Aku enggak bakal memaksamu untuk tetap di sini
Aku enggak bakal memaksamu agar kamu tetap mengijinkan aku menempati posisi itu
Karena aku tau, ada suatu hal yang tidak dapat dipaksakan
Saat ini aku sedang belajar, maukah kau menemaniku belajar hingga aku bisa mandiri nantinya?
Hanya sebentar, hingga aku bisa mandiri
Sebenarnya aku sudah mandiri, aku bisa melakukan apapun tanpa dia. Tapi ada satu hal.
Satu hal yang enggak bisa ku lakukan sendiri, yaitu pikiranku. Dia enggak mau sendiri. Dia selalu hadirkanmu. Iya, bayanganmu selalu hadir di dalam sana. Menemani setiap langkahku :)

Senin, 21 Mei 2012

Cintaku Hilang - Geisha

Diposting oleh Unknown di 09.15 0 komentar
Seandainya bisa terulang kembali
Saat pertama bertemu antara kau dan aku
Kau sentuh jemari tanganku
Terbuai indahnya kata cinta terucap olehmu
*courtesy of LirikLaguIndonesia.Net
Manis.. Manis yang ku rasa
Ku tak rela cintaku berakhir
Ku minta kau katakan cinta
Saat ku terjaga
Adakah kau rasa
Tak seperti diriku kini
Cintaku t’lah hilang

Sayangnya kini aku tak mengerti
Begitu berat rasa ingin memelukmu
Tapi ku hanya bisa mengingatmu
Karena kau tak pernah tau tentang rasa ini

Hilang.. Hilang yang ku rasa
Cintaku kini telah berakhir
Dirimu yang selalu temani hayalku

Tatap mataku
Rasakan tangisku
Agar kau tahu

Karna ku biasa denganmu dahulu
Di setiap waktu

Ku minta kau katakan cinta
Saat ku terjaga
Adakah kau rasa

Tak seperti diriku kini
Cintaku t’lah hilang

Cintaku t’lah hilang

Dear You-Moammar Emka

Diposting oleh Unknown di 08.58 0 komentar

Satu-Satunya Kesalahanku Adalah Mencintaimu
Kesalahan berlapis yang kusyukuri.
Karena tak pernah ada penyesalan yang mengikuti.
Karena bisa mencintaimu adalah sebuah keajaiban sempurna yang mengakar lekang dalam barisan hari.
Hari itu – ketika kita bersama mengucapkan janji. Tunduk teduh pada keakuan hati.
 Detik ini dan selamanya, nanti.
Absurd tapi absolute. Begitu mengagumkan kemiripan antara cinta dan kegilaan.
Dua-duanya serba tak terduga.
Rinduku padamu telah membumihanguskan kewarasan, itulah nyatanya.
Seperti lilin yang membakar dirinya hingga luluh lantak pada ketiadaan.
Menjadi awal seperti sedia kala.
Senyawa dalam dirinya tanpa api yang berpijar sebagai titik pengakhirannya.

Sabtu, 05 Mei 2012

Diposting oleh Unknown di 16.29 0 komentar
Melepaskan bukan berarti menyerah. Tetapi lebih kepada memahami bahwa ada beberapa hal yang tak dapat dipaksakan.

Kamis, 03 Mei 2012

Diposting oleh Unknown di 09.09 1 komentar
Seperti burung dalam sangkar, saat tutupnya terbuka dia langsung pergi dan mungkin enggak bisa kembali lagi...
Diposting oleh Unknown di 09.07 0 komentar
Seperti anak kecil yang baru bisa menulis, saat melihat pena aku langsung menulis namamu. Sekali lagi, hanya namamu.
Diposting oleh Unknown di 09.04 0 komentar
Namamu terlalu banyak di bukuku, dan tintaku pun hampir abis. Tapi entah kenapa, tetap saja aku ingin menulis lagi. Menulis namamu.

Kesempatanku Hilang

Diposting oleh Unknown di 02.42 2 komentar
Aku sudah enggak punya kesempatan lagi...

Enggak tau harus mulai dari mana dulu aku menulis, kini mataku buram karena butiran-butiran air mata yang keluar seenaknya saja tanpa sopan santun. Aku enggak bisa membuatnya berhenti. Seakan air mataku memberontak karena telah tertahan sekian lama.  Kepalaku pusing, seperti ada palu yang mematuk-matuk. Ya Tuhan, sebegitu rapuhnyakah aku?

Mengingat kejadian beberapa hari ini, membuatku terlihat sangat bodoh di hadapan teman-temanku. Berawal dari pertemuan yang tidak disengaja di hari terakhir pameran yang di adakan universitasku. Malam begitu ramai, yang seharusnya bisa membuatku senang tiba-tiba hancur. Aku berjalan bersama beberapa temanku. Saat itu, terlintas senyuman di wajahku, bahkan aku masih bisa tertawa lebar. Sampai dia muncul. Tubuhnya yang tinggi nampak dari kejauhan. Mata kami saling beradu. Sesaat jantungku berenti, setengah enggak percaya sama yang kulihat. Ini ketiga kalinya aku datang ke pameran. Pameran yang mungkin sudah ditunggu-tunggu. Aku berpikir, pasti semua orang akan datang, termasuk dia. Harapan  pertama ketemu dia  musnah di hari kedua pameran, aku sudah berusaha melihat di semua tempat, di sela-sela kerumunan orang, tapi aku enggak berasil menemukannya. Begitu pula saat aku datang di hari keempat pameran. Aku mencobanya lagi seakan aku mencoba memenangkan undian laptop di tutup botol Coca-cola. Hari kelima hari terakhir pameran. Keinginanku bertemu dengannya tak sebesar kemarin-kemarinnya. Mungkin belum waktunya bertemu pikirku. Aku tak mempersiapkan apapun untuk berjaga-jaga kalau terjadi hal yang tak terduga seperti malam itu. Akupun tau dia juga tak menduganya. Terlihat di wajahnya. Saat dia semakin mendekat, muncul sedikit senyuman darinya. Lalu dia terus berjalan melewatiku. Hatiku menciut, hanya seperti itu kah responnya saat melihatku? Tanpa disuruh aku langsung memanggil namanya. Tak ada tanda-tanda dia mendengarku, atau mungkin dia sengaja untuk tidak mendengarku. Aku berlari ke arahnya, memanggilnya lagi. Jarak kita enggak jauh. Aku tepat di belakangnya. Berlari kecil berusaha menjaga jarak mengikuti langkahnya yang lebar. Aku tetap memanggilnya. Tak sedikitpun dia  menoleh. Aku tarik bajunya, memaksanya berenti. Sudah ku buang harga diriku untuk mengejarnya. Tindakan ini berhasil. Dia berhenti dan berkata, “Apa?”. Aku melongo. ‘Apa?’ Sudah lama enggak ketemu cuma ‘apa’ yang bisa kamu keluarkan dari mulutmu? Enggak bisakah ditambah satu kata lagi. Kabar, misalnya? Perbincangan tak cukup lama. Aku bingung juga mau ngomomg apa. Sikonnya enggak mendukung sama sekali. Aku bilang padanya, kita harus ketemu setelah ini.

Beberapa hari setelah kejadian itu hapeku rusak. Bingung gimana caranya buat ngubungin dia. Terlintas pikiran licik di otakku. Ya sudah, kalau enggak bisa ngubungin dia, berarti kita enggak ketemu. Mengajak dia buat ketemuan serius itu adalah hal bodoh bagiku. Aku tau, setelah bertemu nanti, keadaan enggak bakal membaik. Mungkin itu bisa jadi pertemuan terakhirku. Aku masih bisa mengulur waktuku. Aku masih punya kesempatan memiliki 'status' itu.

Seminggupun berlalu.

Sim cardku dipengang Lisa, teman sekamarku. Saat kuliah sore, Lisa memberi tauku kalau orang itu sms di nomerku, mengajakku untuk ketemuan. Sakit langsung menyerang perutku. Mules tak tertahankan. Enggak bisa lagi mendengarkan apa yang dosen terangkan saat itu. Aku belum siap. Aku belum siap. Aku belum siap. Hanya itu yang muncul di otakku. Aku menunda lagi. Aku enggak memberi kepastian kapan aku bisa bertemu dengannya. Aku mengarang alasan, aku bilang biar aku sendiri yang mengatakan padanya. Aku mencuri kesempatan lagi.

Ada yang bertanya kepadaku kenapa aku takut bertemu dengannya? Aku menjawab, “Setelah bertemu dengannya aku takut, suatu hari saat aku terbangun dari tidurku, aku sadar, aku bukan siapa-siapanya lagi”.

Entah, sepertinya ada yang disembunyikan oleh Lisa dan Onya —teman sekamarku yang lain— tentang dia. Itu membuatku bingung. Merasa bodoh. Lisa bilang, “Kemungkinan itu ada dua, kalau bukan terbaik ya terburuk. Siapin dulu semuanya sebelum ketemu dia. Kalau ada sesuatu yang tidak diinginkan, janji ya jangan sampai terpuruk kayak kemarin, jangan nangis”. Aku mengangguk berjanji asal. Tanganku gemetar, dadaku sesak. Membayangkannya pun aku enggak sanggup. Saat itu juga aku ingin menangis. Namun, aku tahan. Aku enggak mau menangis di depan mereka. Aku enggak mau mereka mengasihaniku.

Hari berikutnya—malam ini— aku baru tau semua apa yang mereka sembunyikan dariku. Ternyata sms dari orang itu bukan untuk mengajak bertemu melainkan menyudahi semuanya. Air mataku langsung keluar tanpa permisi. Aku terlarut dalam kesedihanku sendiri. Aku tak mempedulikan apa yang ada di sekitarku. Padahal banyak yang mengkawatirkanku. Aku memutuskan untuk bertemu dengannya malam ini juga. Karena aku sudah enggak bisa mencuri kesempatan lagi. Kesempatannku sudah hilang. Aku harus menghadapinya, walaupun ada beribu-ribu kata aku enggak siap di otakku.

Setelah tiga jam, air mataku berhenti. Perlahan menata semuanya, merapikan yang bisa aku rapikan di dalam hati ini. Lalu aku menerima sms darinya, itu tandanya aku harus keluar kamar dan bertemu dengannya. Aku menyempatkan waktu sebentar untuk berkaca, melihat penampilanku, aku oleskan sedikit bedak di wajahku, kulatih senyumku agar tidak kaku. Setelah menurutku sudah cukup, aku menemuinya. Perjalanan menuju portal asrama terasa berat. Lagi-lagi mules melilit perutku. Dag dig dug enggak karuan. Perasaan ini pernah kurasakan sebelumnya, sama seperti saat aku menghadapi hari pertama UAN di SMA.

Sosoknya terlihat, semakin membesar saat aku mendekat. Aku duduk di sampingnya. Obrolan ringan pun terjadi. Sampai akhirnya perbincangan berada dimana seharusnya. Lucu sekali, di tempat yang sama, dia memohon dua kali. Dulu dia memohon untuk jadi pacarku dan sekarang dia memohon untuk jadi temanku. Ingin rasanya nangis-nangis di depannya agar tetap bersamaku. Tapi enggak bisa. Aku enggak tau apa air mataku sudah habis atau apalah aku enggak tau. Dia terlihat tersiksa rasanya jika terus bersamaku. Dia capek, aku juga capek. “Kalau sama-sama capek seperti ini, mending kita sudahi aja. Aku senang, kamu juga”, katanya. Kamu salah sayang, enggak mungkin setelah ini aku bisa senang. Entahlah apa yang bakal terjadi besok. Aku juga enggak akan menahanmu lagi. Aku enggak akan berusaha mencuri kesempatan lagi. Lalu aku meminta satu permintaan darinya, tanpa basa-basi dia berjongkok di sebelahku menandakan siap melakukan semua permintaanku. Konyol sih, aku memintanya mengucapkan selamat ulang tahun. Tak apalah meski sudah berganti bulan. Aku menikmati sisa-sisa waktu untuk melihat wajahnya. Mungkin Allah sedang tersenyum saat menciptakanmu dulu, karena betapa indahnya ciptaan Tuhan yang sedang aku lihat sekarang ini.

Sebenarnya, teman-temanku menyuruhku agar aku yang terlebih dulu menyudahi semua ini. Tapi buat apa teman? Aku ataupun dia yang bilang sama saja. Aku sama-sama hancur dibuatnya. Dia pun begitu, seakan berharap aku marah padanya, aku benci padanya. Pasti ku lakukan andai ku bisa. Marah? Benci? Aku sudah enggak punya kekuatan lagi untuk melakukannya. Sudahlah. Kalau jadi pacarmu membuatku semakin jauh darimu, kenapa harus aku pertahankan? Mungkin berteman lebih baik. Mungkin. 

Aku melakukannya lagi. Sekitar dua tahun yang lalu, aku melepaskan seseorang dan tidak berusaha keras menahannya untuk tetap tinggal. Sekali lagi aku melihat punggung seseorang yang meninggalkanku.

Aku belum tidur, dan aku sudah tersadar. Kini aku bukan siapa-siapanya lagi...
 

Cerita Cewek Agak Labil Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review | Powered By Insinyur Pikun